Archive

Posts Tagged ‘jeruk karo’

Tiga Tahun Terpuruk, Jeruk Karo Kini Mencoba Bangkit

Panen jeruk di Paribun, Panribuan, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun (Medan Bisnis)

Panen jeruk di Paribun, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun (Medan Bisnis)

Dalam waktu sekejap ember-ember itu terisi penuh dengan buah jeruk yang telah disortir. Ada yang berukuran kecil, sedang hingga berukuran besar. Masing-masing ukuran ditempatkan ke dalam keranjang berukuran sekitar 70 kg. Untuk selanjutnya, keranjang yang sudah penuh ditutup dan diikat dengan tali agar tidak terbuka. jeruk itu nantinya dikirim ke Pasar Induk Jakarta.

Itulah pemandangan yang terlihat dari pekerja-pekerja panen di lokasi perkebunan jeruk di Desa Paribun, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun belum lama ini. Para pekerja itu memang sudah terlatih dalam memilih jeruk yang bagus dengan yang kurang bagus, serta ukuran sesuai yang dikendaki sang “majikan”.

“Kalau untuk ukuran kecil kita tolak ke pasar lokal saja. Tetapi untuk grade A dan B atau ukuran 8 – 12 buah per kilogram (kg) itu yang kita pasarkan ke Pasar Induk Jakarta,” aku Zein Sembiring, suplier jeruk manis di Kecamatan Dolok Silau memulai perbincangannya kepada MedanBisnis.

Sembiring mengaku permintaan jeruk medan (orang Jakarta sebut, jeruk Karo atau jeruk asal Sumatera Utara adalah jeruk Medan), sangat tinggi. Berkisar 8 ton per hari. Namun, permintaan itu belum terpenuhi karena kondisi jeruk di sentra-sentra jeruk saat ini bermasalah dengan serangan lalat buah dan hama penyakit yang banyak menyerang pertanaman jeruk.

Sehingga produksi jeruk Sumut benar-benar anjlok khususnya tiga tahun terakhir. “Tahun ini saja jeruk kita mulai banyak lagi, karena banyak daerah yang sudah mengembangkan jeruk manis, seperti Kabupaten Dairi dan Simalungun,” sebutnya.

Saat ini, Sembiring hanya mampu memasok buah jeruk ke Pasar Induk sekitar 20 ton per minggu. Itu juga kalau lagi panen raya, tetapi kalau musim trek (buah sedikit), pengiriman hanya bisa dilakukan sebanyak 5 ton per minggu.

“Begitu juga dengan harga tergantung banyak tidaknya buah. Kalau seperti sekarang ini musim buah, harga jeruk benar-benar anjlok. Tetapi bukan harga jeruk manis saja yang anjlok, hampir semua jenis buah harganya anjlok saat musim buah tiba,” kata Sembiring.

Begitupun, kata dia, harga tolak jeruk manis di Pasar Induk Jakarta untuk jeruk medan saat ini berkisar Rp 10.000 – Rp 15.000 per kg. “Kalau buah lagi sepi harga tolakannya bisa menembus angka antara Rp 15.000 – Rp 30.000 per kg. Kalau harga tinggi tentu harga beli ke petani juga tinggi. Dan, sebaliknya kalau harga jualnya rendah harga pembelian ke petani juga rendah seperti yang terjadi sekarang ini,” sebutnya.

Dalam pembelian hasil panen jeruk petani, Sembiring mengaku tergantung si petaninya, boleh borongan atau hitung kiloan. Namun, kalau untuk harga, menurut pria yang sudah empat tahun menjadi pemasok jeruk manis ke Pasar Induk ini, tergantung dari infrastruktur atau jalan menuju lokasi yang akan dipanen.

Semakin jauh jarak tempuh maka harganya akan berkurang. Dan, itu juga harus dilihat kondisi jalannya. Kalau memang medannya berat atau jalannya parah harga pembelian ke petani semakin rendah, tetapi kalau jalannya bagus meskipun jaraknya jauh harga tidak akan jauh berkurang.

“Jadi, semua itu harus diperhatikan karena menyangkut biaya yang harus kita keluarkan. Seperti di Desa Panribuan, Kecamatan Dolok Silau ini misalnya, jalan menuju ke lokasi perkebunan benar-benar parah dan risikonya sangat tinggi. Kami hanya bisa memberi harga jeruk manis sekitar Rp 4.000-an per kg.

Tetapi, kalau saja jalannya bagus harga bisa kami berikan Rp 5.000-an per kg,” sebutnya.

“Itu harga yang terjadi sekarang ini. Dan, harga jeruk memang sering anjlok ketika musim panen raya ke dua tiap tahunnya. Di mana panen juga terjadi pada buah-buahan lainnya seperti rambutan, duku, mangga dan manggis. Sehingga banyak pilihan konsumen,” terangnya.

Tetapi tidak demikian di panen perdana, harga selalu lebih tinggi. “Dalam setahun, jeruk dua kali mengalami panen raya. Pertama, bulan Januari hingga Februari dan bulan Juni hingga Oktober untuk panen raya kedua,” jelas Sembiring. (Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Kerugian Akibat Serangan Lalat Buah Rp510,4 miliar

Kena Ukur Surbakti saat sosialisasi ke Desa Dokan (karokab.go.id)

Serangan hama lalat buah semakin menjadi-jadi. Dinas Pertanian Karo memperkirakan pada 2010 saja, kerugian petani secara keseluruhan mencapai Rp510,4 juta.

Data Dinas Pertanian Karo menunjukkan luas kebun jeruk di Kabupaten Karo diperkirakan mencapai 12.000 Ha, di mana yang berproduksi sekitar 8.509 Ha. Jeruk menjadi komoditi pertanian penopang perekonomian masyarakat. Tapi belakangan ini justru menjadi sumber masalah karena harga jual jeruk yang tidak stabil dan tingginya serangan hama lalat buah.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Karo Agustoni Tarigan dalam laporan hasil kegiatan sosialisasi penanganan lalat buah di Dokan baru-baru ini menyebutkan intensitas serangan hama lalat buah dapat mencapai 90%. Apabila tidak ada upaya pengendalian akan mengganggu pencapaian produksi bahkan gagal panen yang mengakibatkan kerugian bagi petani.

“Beberapa tahun terakhir rata-rata tingkat kehilangan hasil jeruk mencapai 30% (di kecamatan Tigapanah dan Barusjahe) dan Kecamatan Simpang Empat mencapai 60%. Dari produksi jeruk tahun 2010 sebesar 359.445 ton dan buah jeruk yang gugur akibat hama lalat buah adalah 154.022,18 ton (42,85%). Jika harga rata-rata Rp. 3.314/kg pada tahun 2010. Maka kerugian akibat hama lalat buah pada tahun 2010 sebesar Rp510,4 miliar,” ujarnya.

Untuk menanggulanginya, Pemkab Karo menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Hortikultura serta German International Cooperation (GIZ). Hal ini telah ditindaklanjuti dengan penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Direktorat Perlindungan Hortikultura Kementerian Pertanian RI dengan German International Cooperation (GIZ).

Selanjutnya untuk Kabupaten Karo, Direktorat Perlindungan Hortikultura Kementerian Pertanian RI mengalokasikan kegiatan Gerakan Penanganan OPT Jeruk Skala Luas 100 Ha/show window. Petani diberi bantuan berupa paket perangkap lalat buah beserta atraktan metil eugenol, insektisida malathion A, sarung tangan, masker, jarum syringe dan hand counter.

Untuk kegiatan APBD Kabupaten Karo melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan
Kabupaten Karo telah dialokasikan anggaran untuk pengendalian lalat buah berupa pengadaan atraktan sebanyak 52.900 unit. Bahan ini direncanakan akan didistribusikan kepada petani jeruk sesuai dengan data luas pertanaman jeruk yang sedang dilakukan oleh petugas pertanian di desa/kecamatan.

“Untuk itu, diminta kepada Bapak/Ibu Camat agar membantu petugas di
lapangan dalam pendataan tersebut. Dan hal yang perlu ditegaskan adalah bantuan ini hanya berupa stimulasi dalam pengendalian lalat buah, dan selanjutnya diharapkan kepada masyarakat agar secara bersama-sama dan terus menerus melaksanakan pengendalian lalat buah tersebut,” ujarnya.

Untuk mendukung kegiatan-kegiatan di atas, sejak Januari 2012 telah dilaksanakan
sosialisasi pengendalian lalat buah, khususnya di Desa Dokan. Pengendalian hama lalat buah ditekankan melalui sanitasi areal pertanaman dan pemasangan perangkap yang dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus. Dapat dilihat bahwa tingkat serangan lalat buah di Desa Dokan sudah mengalami penurunan.

“Dari hasil kegiatan show window Dokan ini diharapkan dapat menjadi contoh pengendalian lalat buah di Kabupaten Karo, sehingga pengendalian lalat buah di Kabupaten Karo dapat berjalan secara terpadu, sehingga dampak akibat serangan lalat buah dapat ditekan seminimal mungkin,” pungkasnya.(karokab.go.id)

 

Categories: Pertanian

Lalat Buah Belum Ada Solusi

08/06/2012 1 comment

Lalat buah yang menyerang jeruk (dok)

Serangan hama lalat buah masih menyerang tanaman jeruk di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, sehingga bukan hanya membuat produksi turun, tetapi harganya juga bertahan mahal di tingkat petani.

Petani jeruk di Kabupaten Karo, S.Ginting di Medan, Jumat, mengatakan, lalat buah menyerang buah jeruk petani yang mulai memasuki masa matang sehingga buahnya berjatuhan sebelum dipanen. Akibatnya, kata dia, meski masih dalam masa musim panen, produksi tetap saja sedikit dan itu membuat petani harus menjual jeruknya dengan harga tetap mahal di kisaran Rp6.000-Rp8.000 per kg.

Pemerintah provinsi dan pusat, kata dia, sudah melihat dan membantu penanganan serangan lalat buah itu, tetapi nyatanya belum mampu juga membasmi serangga itu. Petani sendiri juga sudah kehabisan akal menangani serangan lalat buah itu.

“Diapakan pun termasuk disemprot pestisida terus-terusan, serangga juga tidak mati, sehingga petani pasrah. Mau gimana lagi,”katanya.

Tingginya serangan lalat buah itu yang menyebabkan kegagalan panen hingga 50%, harga jual yang mahal Rp6.000-Rp8.000 per kg itu tidak juga menguntungkan petani. “Dampaknya sekarang petani malas memupuk atau merawat jeruk karena takut semakin merugi lebih besar dimana biaya produksi tidak seimbang dengan hasil panen dan jual,” katanya.

Pelaksana Tugas Kepala Balai Benih Induk (BBI) Berastagi, Akim Purba, belum lama ini, mengakui, pihaknya masih kesulitan mendapatkan benih jeruk berkulitas. Melihat kondisi itu, kata dia, pihaknya meningkatkan persedian benih jeruk kepada penangkar benih untuk memenuhi kebutuhan petani.

Peremajaan tanaman jeruk di Karo, kata dia, harus diakui sudah sangat mendesak. Selain karena sudah berusia tua atau rata-rata umur 20-25 tahun, juga karena banyak yang terserang hama. Tanaman jeruk yang sudah tua atau tidak produktif, menurut Akim, berkisar 25 persen dari total luas areal tanaman jeruk di Karo yang 2.000-an hektare.

Penggunaan bibit berkualitas dan pengendalian hama serta penyakit secara terpadu, diharapkan bisa menekan serangan serangga seperti lalat buah di jeruk petani. (Antara)

Categories: Pertanian

Kondisi Petani Jeruk Karo Kian Memprihatinkan

Lalat buah yang menyerang jeruk (dok)

Kondisi petani jeruk Sumatera Utara (Sumut) semakin terpuruk saja. Betapa tidak, serangan hama lalat buah hingga kini belum bisa dikendalikan meskipun banyak upaya yang telah dilakukan petani. Lalat buah menjadi salah satu penyebab berkurangnya produksi buah jeruk selain faktor alam.

B Surbakti, salah seorang petani jeruk di Desa Nangbelawan, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Selasa (5/6) di Medan mengatakan, jika dihitung dari produksi, hampir sebagian besar petani jeruk di Kabupaten Karo mengalami penurunan. Penyebab utamanya adalah serangan lalat buah.

Dikatakannya, dari satu hektare tanaman jeruknya, saat ini tinggal 200-300 pohon yang masih berdiri dari sebelumnya sekitar 500. “Yang lainnya sudah mati dan dibiarkan mati karena buahnya rusak,” katanya.

Dikatakan Surbakti, semestinya dari tiap pohon jeruk buah yang bisa dipetik sebanyak 80 -100 kg, namun setelah serangan lalat buah, tak sampai separuhnya yang bisa dipetik. “Akibat yang pasti pendapatan petani jeruk semakin menurun,” katanya.

Dikatakannya, lalat buah menjadikan kulit buah sebagai tempat bertelurnya. Dan, buah yang sudah diserang lalat buah akan terdapat bintik berwarna putih dan jika dibuka di dalamnya terdapat semacam belatung halus yang memakan daging buah kemudian meninggalkan bekas luka. Lama kelamaan akan membusuk, tak bisa dijual lagi.

Banyak upaya yang sudah dilakukan petani untuk mencegah serangan lalat buah. Di antaranya dengan tidak membiarkan buah yang membusuk tersebut berada di bawah pohon. Buah yang membusuk tersebut harus disingkirkan agar tidak menjadi tempat berkembangbiaknya lalat buah secara lebih masif.

“Dulu kami pikir, bisa sebagai pupuk, tapi ternyata di situ pula banyak lalat berkembang biak. Tidak hanya iklim yang sulit dikendalikan, lalat buah ini bikin pusing petani,” katanya.

Selain itu, ada juga beberapa petani lain yang berinisiatif untuk membuat jaring di sekeliling kebun untuk mencegah lalat masuk. Jaring dalam ukuran besar tersebut bisa mencapai tinggi 5 – 10 meter dengan asumsi lalat tidak bisa terbang lebih tinggi dari jaring tersebut. Tak ayal, untuk mengadakan jaring tersebut, jutaan rupiah harus dikeluarkan petani padahal belum tentu efektif.

“Berdoa saja, daripada tidak berusaha, kita tidak mau jeruk kita menurun terus produksinya,” ujarnya sambil menerangkan bahwa sebenarnya ada teknik sederhana yang bisa dilakukan petani yakni dengan membuat jebakan berupa lem yang diberi warna mencolok dan aroma tertentu untuk menarik perhatian lalat buah. Jebakan tersebut dipasang di sekitar pohon.(Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Jeruk Karo di Titik Nadir

Lalat buah (dok)

Hama lalat buah menyerang tanaman jeruk di Tanah Karo atau yang lebih populer dengan sebutan jeruk berastagi dan jeruk medan sudah berlangsung sejak lima tahun terakhir. Namun serangan yang paling menggila dirasakan sejak tahun terakhir ini.

Tak sedikit petani Karo yang kemudian menyerah dan akhirnya menelantarkan tanaman jeruknya. Mereka sudah kehabisan formula untuk membasmi hama yang mereka namakan citcit tersebut.

Berbagai upaya telah dilakukan mulai dari meningkatkan kualitas dan kuantitas penyemprotan pestisida maupun formula alternatif yakni memasang jaring di sekeliling kebun untuk mencegah masuknya citcit. Khusus pemasangan jaring ini, biayanya sangat tinggi. Estimasinya untuk satu hektar kebun jeruk dibutuhkan biaya sekitar Rp20-40 juta yang antara lain dialokasikan untuk biaya jaring, bambu, maupun pekerja lepas.

Dinas Pertanian Karo juga sudah menyosialisasikan gerakan massal penggunaan perekat (lem). Saking putus asanya, tak sedikit petani yang menyemprot jeruk dengan cairan kapur barus atau kamfer, minyak angin, maupun Baygon. Tak satupun upaya tersebut efektif membasmi citcit.

Serangan hama ini justru semakin mengganas. Citcit tetap menyerang buah yang sudah matang. Serangga betina memasukkan telur ke dalam buah dan beberapa hari kemudian buah mulai berguguran. Sementara dari dalam buah yang jatuh akan muncul puluhan lalat baru.

Serangan lalat buah ini rata-rata menjatuhkan 50-70% buah yang sudah matang di pohon. Tak jarang petani gagal panen sama sekali. Sedihnya lagi, sisa jeruk yang selamat dari serangan hama, harganya jatuh.

Buah berukuran sedang saat ini hanya dihargai Rp4.500, padahal semasa jayanya jeruk karo bisa menyentuh harga Rp10.000. Meski sudah disortir secara teliti sebelum dimasukkan ke dalam keranjang, ternyata banyak buah yang tetap busuk ketika sampai di Jakarta.

Serangan hama tersebut benar-benar mematikan ekonomi warga setempat. Selain banyak petani mulai menelantarkan tanaman jeruknya, serapan tenaga kerja yang dulunya sangat tinggi untuk perawatan, panen, hingga pengepakan kini sudah jauh berkurang. Tak sedikit pengusaha yang dulunya membeli jeruk langsung dari petani gulung tikar.

Dampak paling signifikan adalah mulai menurunnya daya beli masyarakat. Ini diakibatkan tingginya biaya produksi dan tuntutan biaya pendidikan anak-anak petani. Perlu diingat, jeruk yang mulai dikembangkan di era 90-an di Tanah Karo, telah mengantarkan ribuan anak-anak muda Karo mengenyam pendidikan S1 maupun S2 hingga ke Pulau Jawa.

Pertanyaan yang muncul adalah bisakah jeruk karo bangkit kembali? Tanpa campur tangan pemerintah maupun akademisi, hal itu mustahil dicapai. Pemerintah sangat berperan dalam membuat regulasi misalnya saja pemberantasan secara massal.

Para petani mengeluhkan, hingga saat ini tak ada peran siginfikan yang dilakukan pemkab setempat. Kelompok tani memang sering didatangi oleh penyuluh, tapi nyaris tak ada solusi yang berarti yang mereka berikan.

Adapun akademisi sangat diharapkan menemukan formulasi yang tepat untuk mengatasi serangan hama itu. Dulu memang petani Karo paling sulit diajari karena merasa pengalaman mereka lebih berharaga. Namun belakangan ini hal itu sudah mulai berubah, mereka sangat berharap ada pihak yang bisa memberi solusi di tengah keputusasaan mereka.

Categories: Pertanian

Kisah Robert Sinuhaji Bergelut dengan Lalat Buah

Robert Sinuhaji (facebook.com)

Serangan lalat buah saat ini tengah menggila di tanah karo yang merupakan sentra jeruk berastagi atau yang lebih dikenal masyarakat luas dengan sebutan jeruk medan.

Dahsyatnya serangan hama yang oleh petani jeruk disebut citcit itu bahkan bisa menggagalkan panen. Padahal sebagaian besar masyarakat di Tanah Karo menyandarkan hidup dari tanaman tersebut.

Tapi tak semuanya langsung menyerah begitu saja. Beberapa di antaranya justru mencoba mempelajari karakter hama tersebut sehingga bisa menemukan formulasi untuk mengatasinya. Salah satu di antaranya adalah Robert Sinuhaji.

Robert berkisah, dia memiliki ladang yang ditanami sekitar 4.000 pohon jeruk. Dari jumlah tersebut, 800 di antaranya sudah mulai berbuah. Di tengah serangan lalat buah yang menggila, Robert tetap optimistis. Dia mengaku punya kiat khusus untuk mengatasi hama yang sangat meresahkan peani tersebut.

“Saya belajar dari orang-orang yang sukses mengatasi citcit,” ujar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Sampai saat ini, katanya, dibanding dengan jeruk karo pada umumnya, hama yang menyerang ladangnya juah lebih sedikit. Kalau dihitung rata-ratanya, dalam satu pohon, paling hanya sekitar lima buah saja yang jatuh karena serangan lalat buah.

Hal itu bisa terjadi karena dia membuat perlakuan khusus terhadap tanaman jeruknya. Menurunya, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memerangi serangan citcit tersebut.

Pertama, tanaman jeruk disemprot menggunakan pestisida baunya menyengat misalnya saja yan mengandung bahan aktif asefat. Semprotan pestisida yang mengandung asefat itu efektif mengusir lalat buah karena sepertinya hama tersebut tidak menyukainya.

“Pengalaman ini saya pelajari saat berkunjung ke ladang jeruk teman saya di Kutarakyat. Cukup mengejutkan, ternyata ladangnya bersih dari buah jeruk yang berjatuhan yang diakibatkan serangan lalat buah,” ungkap bapak dua anak ini .

Upaya lain yang bisa dilakukan menurutnya adalah denan menggunakan perekat. Sayangnya, yang datang itu bukan lalat betina melainkan jantan. Ada juga beberapa petani yan menggunakan lem tikus campur bensin untuk menjebak lalat betina.

Tapi menurutnya, sebaiknya perangkap itu diletakkan di luar kebun. Setelah diolesi di wadah sepert botol plastik, bisa diliat berapa banyak lalat betina yang datang.

“Ada juga petani yang ladangnya terbebas dari lalat buah menggunakan kapur barus. Segenggam kapur barus yang digiling halus tambah kapur ajaib per drum ternyata efektif juga,” tegas pengusaha yang hobi berpetualang ini.

Robert mengaku tak pernah lelah berupaya membasmi lalat buah tersebut. Salah satu upaya yang dilakukannya saat ini adalah mengendalikan citcit dengan memanfaatkan kelemaan-kelemahan serangga tersebut.

Dalam suatu ceramah di gereja, katanya, ada yang mengusulkan menggunakan madu. Beberapa kelemahan penghasil madu seperti tawon tawon adalah asap dan suara bising.

Beberapa petani jeruk kadang membuat asap di beberapa titik tertentu di kebunnya. Hal itu terutama dilakukan menjelang panen raya. “Coba kita perhatikan, bukankah bentuk lalat buah mirip sekali dgn tawon? Saya pikir, jangan-jangan hewan-hewan itu masih dalam satu klen,” katanya.

Bagaimana dengan suara bising? Robert masih mengupayakan riset kecil-kecilan misalnya saja memasang lagu-lagu di ladang. Tentu saja itu tujuannya adalah agar hama-hama penyerang itu terganggu dan tidak datang lagi. “Suara bising mungkin perlu dibuat terutama menjelang panen raya,” pungkas pemilik rumah buku tersebut.

Categories: Pertanian

Cuaca Ekstrem Lambungkan Harga Jeruk Karo

Jeruk Karo (Antara Sumut)

Cuaca ekstrem yang melanda Kota Medan dan sekitarnya akhir-akhir ini membuat harga jeruk yang dipanen di daerah Berastagi naik. Hal itu diungkapkan Beni, salah satu pedagang jeruk pada Selasa (22/5) di Pasar Petisah.

Kenaikan harga jeruk berkisar Rp2.000-Rp3.000 per kilogram. “Sebelumnya harganya berkisar Rp10.000/kilogram, tapi sudah beberapa hari ini harganya kita naikan jadi Rp12.000/kilogram. Namun ada juga yang menaikkan harganya hingga Rp3.000/kilogram,” ungkapnya.

Aldi, pedagang jeruk lainnya juga mengatakan hal sama. Jeruk yang ia ambil dari Berastagi ia jual seharga Rp13.000/kilogram. “Tergantung jeruknya, kalau cantik kita jual Rp13.000/kilogram, tapi kalau kurang bagus kita jual Rp12.000/kilogramnya,” jelasnya.

Baik Beni dan Aldi menjelaskan kenaikan harga memang sudah ditentukan dari petani jeruk. “Yang naikkan harga bukan kita tapi dari sana (Berastagi), kalau di sana naik kita juga naikkan harganya,” lanjut Beni.

Menurut penuturan mereka, kenaikan harga jeruk dikarenakan curah hujan yang tinggi akhir-akhir ini. “Sekarang kan curah hujan lagi tinggi. Biasanya kalau musim hujan biaya produksinya jadi semakin tinggi,” ucapnya Beni.

Kenaikan harga membuat pembeli jeruk berkurang. Biasanya pembeli memilih buahan-buahan lain yang manfaatnya sama namun dengan harga yang lebih murah. “Kalau harganya mahal pembeli juga kurang. Soalnya masih banyak pilihan buah lain,” keluh Beni dan Aldi. (Medan Bisnis)

Categories: Ekbis

Jeruk Karo Masih Bisa Berjaya

Jeruk Karo (antarafoto.com)

Jeruk Karo yang belakangan ini sempat terpuruk diperkirakan akan kembali bisa bangkit kembali menyusul terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Tata Niaga Impor Holtikultura yang mulai berlaku 19 Juni mendatang.

“Peraturan Menteri Perdangan ini didasarkan pada amanat UUD No.13/2010 tentang Hotikultura yang mewajibkan importir memperhatikan dan menjaga stabilitas prekonomian nasional. Hal ini sangat membantu petani jeruk karena jeruk impor yang masuk ke Indonesia dibatasi,” terang Drs Joy Harlim Sinuhaji saat ditemui di lahan pertanian jeruknya seluas 82 hektar di Desa Talin Kuta, Kecamatan Tiga Panah, Karo, kemarin.

Dia berharap petani Karo termotivasi meningkatkan produksi jeruk secara kualitas dan kuantitas. Petani diharapkan pula dapat memanfaatkan kesempatan dengan adanya pembatasan dan pengendalian impor tersebut.

“Saat  ini, tanpa adanya pengendalian dan pembatasan impor dari pemerintah, harga jeruk Tanah Karo mengalami kenaikan secara mencolok. Apa lagi nanti kalau aktivitas impor jeruk ini dibatasi sehingga peluang para petani akan menjadi lebih baik menembus pasar utama (primer) di Jakarta,” tambah tokoh pemuda Karo yang kerap dipanggil Nonink itu.

Nonink menjelaskan kebutuhan jeruk nasional sesuai dengan data Badan Pusat Statistik,  berkisar 2,5 juta ton pertahun, sementara total produksi nasional hanya berkisar sekitar 1,2 juta ton sudah termasuk didalamnya total produksi  sekitar 50 persennya. (Sumut Pos)

Categories: Pertanian

Hama Citcit Belum Ada Solusi

21/05/2012 1 comment

Hama lalat buah yang menyerang jeruk (seruu.com)

Hama lalat buah atau biasa disebut citcit masih menggerogoti tanaman jeruk di Tanah Karo. Dampaknya, jeruk yang mulai menguning akhirnya busuk. Jika keadaan ini tetap berlanjut, hal itu akan membahayakan petani di Tanah Karo.

Petani jeruk saat ini sudah sangat resah karena penanggulangan serangan hama lalat buah  atau belum dapat ditemukan obatnya. Petani jeruk hanya bisa membuat perangkap sejenis lem perekat dengan bau menyerupai jeruk sehingga lalat yang menghampiri perangkap tertempel pada lem tersebut.

Pembasmian hama lalat buah dengan perangkap ini, sebenarnya tidak maksimal. Namun setidaknya bisa mengurangi populasinya, ungkap petani jeruk Ansory.

Salah seorang petugas balai penyuluhan pertanian ketika dikonfirmasi menyatakan, petani tidak ada koordinasi. Akibat buah jeruk yang terus berjatuhan, karena pengendalian hama lalat buah tidak tertangulangi, petani jeruk Karo dikhawatirkan gagal panen tahun ini. (Analisa)

Categories: Pertanian

Citcit Musuh Besar Petani Jeruk

Jeruk Karo (medanbisnisdaily.com)

Lalat buah menjadi musuh terbesar  petani  karo saat ini, gagal panen pada musim pertama  membuat para petani jeruk khawatir  terulang pada musim panen kedua tahun ini.

Hal ini disebabkan para petani belum mampu menemukan insektisida yang ampuh menjauhkan tanaman jeruk dari serangan Bactocera atau lalat buah yang kerap disebut Citcit.

Petani jeruk Karo sangat berharap pemerintah setempat dapat membantu menemukan Agen Hayati yang mampu memberantas serangan lalat buah hingga ke pada ambang ekonomi. Artinya menemukan insektisida cara yang tepat membantu para petani menghindari gagal panen.

Roni Bukit SP salah seorang petani  jeruk Karo didampangi rekannya petani jeruk lainnya Juna Arif ST mengatakan, faktor utama petani jeruk gagal panen adalah lalat buah. Dimana efek yang diakibatkan lalat ini, jeruk berjatuhan sebelum masa panen.

Menurut keterangan Rony dan Jun sebelumnya Citcit hanya menyerang jeruk yang sudah menguning saja, tetapi sekarang Citcit juga  menyerang buah yang masih kecil atau masih hijau. Mereka mengatakan perlu kiranya perhatian khusus. (Sumut Pos)

Categories: Pertanian