Archive

Archive for the ‘Pertanian’ Category

Petani Karo Dilatih Menggunakan Pupuk Organik

Ilustrasi

Ilustrasi (bayamorganik.blogspot.com)

Rumah Bio Indonesia (RBI) Perwakilan Karo menggelar pelatihan, yang diikuti petani organik, Sabtu (20/9). Di samping pelatihan, pengetahuan tentang penggunaan pupuk organik juga dilakukan dengan penyesuaian ph tanah.

Menajeman RBI Karo, Irvan Dianta Sitepu mengaku, langkah yang sudah dilakukan pihaknya bersama petani sejak 4 bulan lalu.

Sudah terlihat kepedulian petani akan bahaya bila  masih terus menggunakan pupuk kimia yang berlebihan karena dapat merusak  tanaman juga membahayakan lahan.

RBI juga memberikan ruang bagi petani yang ingin menyatukan tujuan mereka, agar dalam mengapresiasikan temuan yang berbahan dasar organik untuk selanjutnya dilakukan uji laboratorium.

Dalam membangun bidang kewirausahaan  pertanian, RBI memberikan peluang untuk itu.  Pelatihan  mengundang  pakar pupuk organik, Utema Silan M MA yang mengupas masalah  bagaimana pernyakit bisa berkembang di lahan lahan pertanian.

RBI pusat, Darwis Harahap SP  mengaku, bangga  dilakukan terobosan yang  membiasakan masyarakat petani untuk melakukan pemupukan tanaman mereka menggunakan pupuk organik.

RBI pada prinsipnya berfungsi hanya dapat melakukan perpanjangan tangan bagi para produsen yang memberikan solusi bagi para petani.

Di samping mengeluarkan beberapa produk berbahan dasar organik, RBI juga memberikan pelatihan bagi petani dan memberikan ruang untuk melakukan konsultasi mulai pada masa sebelum tanam, awal tanam hingga pada masa tanam kembali.

Selain itu menyarankan para petani menggunakan pupuk berbahan dasar organik. Dalam waktu dekat, RBI juga akan segera mengeluarkan produk penyemprotan yang juga berbahan dasar organik, kata Darwis.

Perwakilan petani, Thomson Ginting mengaku kegiatan pelatihan menggunakan pupuk organik para petani  merasa senang.

Pada prinsipnya harapan utama petani, bagaimana hasil pertanian mereka bisa memenuhi kebutuhan pasar dan tidak membahayakan bagi konsumen, terutama ramah pada lingkungan.

Dengan ada RBI di Karo saat ini, selain bisa mengetahui lebih banyak akan tanaman organik juga dapat menambah pengalaman yang nantinya bisa dilanjutkan bagi generasi yang ada di daerahnya. (Analisa)

Categories: Pertanian

Tiga Tahun Terpuruk, Jeruk Karo Kini Mencoba Bangkit

Panen jeruk di Paribun, Panribuan, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun (Medan Bisnis)

Panen jeruk di Paribun, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun (Medan Bisnis)

Dalam waktu sekejap ember-ember itu terisi penuh dengan buah jeruk yang telah disortir. Ada yang berukuran kecil, sedang hingga berukuran besar. Masing-masing ukuran ditempatkan ke dalam keranjang berukuran sekitar 70 kg. Untuk selanjutnya, keranjang yang sudah penuh ditutup dan diikat dengan tali agar tidak terbuka. jeruk itu nantinya dikirim ke Pasar Induk Jakarta.

Itulah pemandangan yang terlihat dari pekerja-pekerja panen di lokasi perkebunan jeruk di Desa Paribun, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun belum lama ini. Para pekerja itu memang sudah terlatih dalam memilih jeruk yang bagus dengan yang kurang bagus, serta ukuran sesuai yang dikendaki sang “majikan”.

“Kalau untuk ukuran kecil kita tolak ke pasar lokal saja. Tetapi untuk grade A dan B atau ukuran 8 – 12 buah per kilogram (kg) itu yang kita pasarkan ke Pasar Induk Jakarta,” aku Zein Sembiring, suplier jeruk manis di Kecamatan Dolok Silau memulai perbincangannya kepada MedanBisnis.

Sembiring mengaku permintaan jeruk medan (orang Jakarta sebut, jeruk Karo atau jeruk asal Sumatera Utara adalah jeruk Medan), sangat tinggi. Berkisar 8 ton per hari. Namun, permintaan itu belum terpenuhi karena kondisi jeruk di sentra-sentra jeruk saat ini bermasalah dengan serangan lalat buah dan hama penyakit yang banyak menyerang pertanaman jeruk.

Sehingga produksi jeruk Sumut benar-benar anjlok khususnya tiga tahun terakhir. “Tahun ini saja jeruk kita mulai banyak lagi, karena banyak daerah yang sudah mengembangkan jeruk manis, seperti Kabupaten Dairi dan Simalungun,” sebutnya.

Saat ini, Sembiring hanya mampu memasok buah jeruk ke Pasar Induk sekitar 20 ton per minggu. Itu juga kalau lagi panen raya, tetapi kalau musim trek (buah sedikit), pengiriman hanya bisa dilakukan sebanyak 5 ton per minggu.

“Begitu juga dengan harga tergantung banyak tidaknya buah. Kalau seperti sekarang ini musim buah, harga jeruk benar-benar anjlok. Tetapi bukan harga jeruk manis saja yang anjlok, hampir semua jenis buah harganya anjlok saat musim buah tiba,” kata Sembiring.

Begitupun, kata dia, harga tolak jeruk manis di Pasar Induk Jakarta untuk jeruk medan saat ini berkisar Rp 10.000 – Rp 15.000 per kg. “Kalau buah lagi sepi harga tolakannya bisa menembus angka antara Rp 15.000 – Rp 30.000 per kg. Kalau harga tinggi tentu harga beli ke petani juga tinggi. Dan, sebaliknya kalau harga jualnya rendah harga pembelian ke petani juga rendah seperti yang terjadi sekarang ini,” sebutnya.

Dalam pembelian hasil panen jeruk petani, Sembiring mengaku tergantung si petaninya, boleh borongan atau hitung kiloan. Namun, kalau untuk harga, menurut pria yang sudah empat tahun menjadi pemasok jeruk manis ke Pasar Induk ini, tergantung dari infrastruktur atau jalan menuju lokasi yang akan dipanen.

Semakin jauh jarak tempuh maka harganya akan berkurang. Dan, itu juga harus dilihat kondisi jalannya. Kalau memang medannya berat atau jalannya parah harga pembelian ke petani semakin rendah, tetapi kalau jalannya bagus meskipun jaraknya jauh harga tidak akan jauh berkurang.

“Jadi, semua itu harus diperhatikan karena menyangkut biaya yang harus kita keluarkan. Seperti di Desa Panribuan, Kecamatan Dolok Silau ini misalnya, jalan menuju ke lokasi perkebunan benar-benar parah dan risikonya sangat tinggi. Kami hanya bisa memberi harga jeruk manis sekitar Rp 4.000-an per kg.

Tetapi, kalau saja jalannya bagus harga bisa kami berikan Rp 5.000-an per kg,” sebutnya.

“Itu harga yang terjadi sekarang ini. Dan, harga jeruk memang sering anjlok ketika musim panen raya ke dua tiap tahunnya. Di mana panen juga terjadi pada buah-buahan lainnya seperti rambutan, duku, mangga dan manggis. Sehingga banyak pilihan konsumen,” terangnya.

Tetapi tidak demikian di panen perdana, harga selalu lebih tinggi. “Dalam setahun, jeruk dua kali mengalami panen raya. Pertama, bulan Januari hingga Februari dan bulan Juni hingga Oktober untuk panen raya kedua,” jelas Sembiring. (Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Pengendalian Citcit Harus Serentak

Lalat buah (dok)

Lalat buah atau citcit menjadi musuh petani buah, khususnya petani jeruk di sentra produksi jeruk di Sumatera Utara (Sumut) seperti Karo. Hama tersebut akan sulit dikendalikan jika tidak dilakukan secara serentak oleh semua petani.

Kepala Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Medan Johor Badan Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Sumut Utema Silan mengatakan selama ini pengendalian lalat buah tidak dilakukan secara serentak oleh petani.

Padahal, sosialisasi tentang lalat buah dan penanganannya sudah dilakukan sejak lama. “Penanganan lalat buah tidak bisa dilakukan secara parsial, harus serentak, semua petani harus melakukannya,” ujarnya, kemarin.

Ia menjelaskan, sejak 2002, sosialisasi pengendalian lalat buah sudah dilakukan dengan mengumpulkan para petani. Sosialiasai tersebut terus dilakukan namun diakuinya yang menjadi persoalan yang lebih komplek adalah penanganan yang belum serentak.

“Karena itu sekarang pemerintah mencanangkan gerakan nasional pengendalian lalat buah, dan Karo sebagai sentra pengendaliannya diikuti kabupaten sekitarnya,” katanya.

Utema mengungkapkan, lalat buah merupakan hama yang dapat berkembang biak dengan cepat apalagi jika tidak ditangani dengan tepat. Teknologi yang selama ini digunakan petani adalah menggunakan perangkap yang dipasang di tangkai tanaman dengan sebuah botol/meblok yang mana di bagian dalamnya terdapat sex feromon (metil eugenol/me) yang ditambah dengan racun.

Perangkap yang dilengkapi dengan zat penarik lalat jantan dan racun tersebut efektif mengurangi serangan lalat buah. Namun akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi dengan pembersihan lahan secara rutin.  Menurutnya, beberapa petani sampai sekarang masih belum mau membersihkan lahannya dari jeruk yang membusuk di bawah pohonnya.

Padahal, jika jeruk yang membusuk tersebut tidak diambil akan menjadi pelindung bagi lalat buah untuk berkembang biak. “Karo sudah mencanangkan langkah yang tepat untuk mengendalikan lalat buah dengan menetapkan hari Jumat sebagai hari melakukan pembersihan kebun dari jeruk yang membusuk kemudian memasukkannya ke dalam plastik kedap udara,” jelas Utema.

Setelah di dalam plastik dan semakin membusuk selama beberapa waktu, jeruk tersebut bisa dijadikan sebagai pupuk. “Dengan begitu pengendalian lalat buah bisa dilakukan dengan praktis dan mudah serta menguntungkan karena jeruk yang membusuk tersebut akhirnya bisa dijadikan pupuk,” katanya.(Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Kelompok Tani di Tiganderket Dapat Bantuan 4 Traktor Tangan

Penyerahan traktor tangan kepada kelompok tani (Andalas)

Bupati Karo, DR (HC) Kena Ukur Surbakti mengatakan, bila ingin memacu pertumbuhan ekonomi di pedesaan salah satu prioritasnya adalah pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis.

Selain itu, organisasi merupakan wadah sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran aspirasi (bottom up) para anggota. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah penting adalah kelompok tani.

Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. “Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi,” kata bupati, saat memberikan bantuan empat hand traktor kepada empat kelompok tani di Desa Tiganderket Kecamatan Tiganderket, kemarin.

Lebih jauh, bupati mengajak warga desa berdialog terkait keluh kesah yang terjadi di daerah masing-masing. Alfianta Surbakti, warga desa Susuk mengharapkan bantuan hand traktor, karena bibit durian yang telah diberikan pemerintah telah ditanam di lokasi seluas 25 hektar di desa itu.

Sementara, lokasi itu tidak dapat digunakan traktor besar sehingga kami sangat butuh hand traktor. “Kalaupun tahun ini belum terealisasi, kiranya tahun depan kami telah menerimanya,” harapnya.

Sedangkan Adir Bangun, mewakili warga Desa Jandi Meriah berharap supaya irigasi di desa mereka diperbaiki. Karena lahan yang ada belum dapat ditanami, dikarenakan air kurang mencukupi.

Menyikapi keluhan masyarakat itu, bupati mengimbau Kepala Dinas  PUD Karo dan Dinas Pertanian bersama jajarannya agar proaktif dalam membantu petani mengakses berbagai skim pembiayaan bidang pertanian yang telah diprogramkan pemerintah.

“Program Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), harus dimaksimalkan,”katanya. (Andalas)

Categories: Pertanian

Rumah Kompos Berbiaya Rp200 Juta di Mardingding Terlantar

Rumah kompos di Mardingding (Andalas)

Keberadaan rumah kompos berbiaya Rp200 juta bersumber dana dari APBN melalui Bantuan Sosial (Bansos) TA 2010 dan sebagian dana swadaya masyarakat di Desa Mardingding, Kecamatan Mardingding menjadi bahan pertanyaan warga sekitar.

“Pasalnya, rumah kompos yang sesungguhnya lokasi untuk mengelola pupuk organik itu dijadikan menjadi gudang pribadi dan tempat tinggal karyawan pabrik jagung,” ungkap beberapa warga desa tersebut, salah satunya bermarga Ginting, kemarin.

Dikatakan Ginting, sudah hampir dua tahun rumah berukuran 8 x 11 M tersebut selesai dibangun. Namun, hingga saat ini belum pernah difungsikan alias dibiarkan telantar. “Kami juga heran, saat membuat bangunan tersebut sebagian dana dikutip dari warga yang katanya untuk menambahi dana bantuan dari pusat (Bansos APBN),”bebernya.

Celakanya, sampai sekarang tidak ada manfaatnya bagi warga.”Malah bangunan tersebut dijadikan ketua penyelenggara anggaran menjadi gudang alat-alat pertanian dan karyawan pabrik jagung milik ketua tersebut,“ sebut Ginting.

Lebih jauh dikatakannya, bangunan itu terkesan hanya modus ketua penyelenggara berkolaborasi dengan Dinas Pertanian Karo untuk menyedot dana Bansos dan uang rakyat. “Program ini terkesan menipu negara dan memeras uang rakyat. Hal ini sudah jelas menjadi asumsi kami, karena tidak bermanfaat bagi kami,” ketusnya.

Kepala Dinas Pertanian Karo Agustoni Tarigan ketika dikonfirmasi justru mengarahkan kepada Kepala Bidang yang memahaminya. Sementara Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Ir Sri Idah Br Bangun mengatakan, pihaknya sudah pernah menegur oknum yang diduga mengalihfungsikan rumah kompos tersebut.

Saat disinggung fungsi rumah kompos, Sri Idah menyebutkan, manfaat rumah kompos dan alat pengelola yang ada di dalamnya untuk membuat pupuk organik, yang akan digunakan kelompok tani di desa tersebut.

Ditanya, bagaimana sistem penggunaan dan pengelolaan dana yang besumber dari pusat saat pembangunan fisik rumah tahun 2010 lalu, Sri Idah memberi jawaban berbelit-belit.

“Kalau masalah pengawasan, kami sudah memberikan arahan positif bagi pengguna dana. Namun, kalau ditanya sistem pengolahan dana, itu kan urusan saya sama para penyelenggara.Lagi pula untuk apa kalian soroti dana Bansos itu. Itu kan dana pusat, terlebih yang melobi ke atas kan kami juga,” kata Sri.(Andalas)

Categories: Pertanian

Gerakan Pelepasan Burung Jalak di Karo Makin Gencar

Pelepasan burung jalak di Kandibata (Andalas)

Berbagai teknik pengendalian hama lalat buah, baik secara tradisional maupun modern sudah banyak dilakukan, tapi hasilnya belum optimal, bahkan sering berdampak negatif bagi kesehatan.

Contohnya, penyemprotan dengan insektisida justru makin meningkatkan residu pestisida pada buah. Tingginya kandungan residu pestisida dapat berakibat fatal, tidak hanya terhadap kesehatan, tetapi juga merugikan perdagangan karena menurunnya produk pertanian yang diekspor.

Karena itu, diperlukan terobosan untuk menemukan cara pengendalian hama lalat buah secara efektif, efisien, dan ramah lingkungan. “Nah, menyikapi hal itu, sesuai dengan program Bupati Karo, pelepasan burung jalak dinilai sangat cerdas untuk memangsa hama lalat buah,” ujar Camat Kabanjahe, Drs Lesta Karo-Karo MM didampingi Sekcam Frans Leonardo Surbakti, SSTP saat melepas sekitar 50 ekor burung jalak di Desa Kandibata Kecamatan Kabanjahe, Senin (8/10).

Di hadapan puluhan warga setempat Lesta Karo-Karo mengimbau masyarakat petani agar turut menjaga burung jalak agar terhindar dari perburuan. Populasi burung jalak yang beberapa tahun belakangan terus menurun, harus menjadi perhatian semua pihak termasuk masyarakat itu sendiri.

Tidak kalah pentingnya, sambunga Karo-Karo, agar setiap perladangan masyarakat ditanam satu atau dua batang pohon kayu. Pohon kayu itu nanti banyak manfaatnya, baik bagi hama itu sendiri maupun sebagai tempat berteduh burung-burung pemangsa hama.

“Penyelamatan kehidupan lingkungan hidup dan ekosistem di dalamnya, termasuk kelangsungan berbagai jenis burung mutlak harus dilakukan untuk melestarikan rantai makanan yang selama ini terlupakan,” paparnya.

Memperbanyak burung jalak, diyakini solusi inovatif Bupati Karo yang patut diapresiasi semua pihak untuk membasmi lalat buah, yang semakin meresahkan masyarakat. Sekaligus penyebab hancurnya perekonomian rakyat, khususnya petani jeruk. “Bahkan, hama lalat buah, sekarang ini bukan lagi hanya menyerang tenaman jeruk, tapi juga sudah menyerang tanaman kopi, coklat, jagung dan tanaman lainnya,” ujar Lesta Karo-Karo.

Ditambahkan, untuk membasmi lalat buah tidak hanya jenis burung jalak ini saja dimanfaatkan dan dilestarikan, tapi masih ada jenis burung lain. “Untuk itu, kepada seluruh masyarakat pedesaan di Tanah Karo agar menghentikan perburuan, penembakan dan penjaringan terhadap segala jenis burung jalak, dengan dua ekor saja burung jalak bisa menjaga satu hektar tanaman,” terangnya.

Kepala Desa Kandibata, Abel Sembiring Pandia mengaku lalat buah yang dikenal dengan istilah “Cit-Cit” penyebab hancurnya prekonomian masyarakat, khususnya petani jeruk.

“Aksi ini harus kita dukung sepenuhnya demi memulihkan perekonomian warga masyarakat. Kita juga akan menggodok produk Peraturan Desa (Perdes) dengan materi gabungan antara produk hukum yang berisi pelestarian makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan serta kekayaan budaya lokal, hingga tujuan utama pengembangbiakan berbagai jenis burung, khususnya burung pemangsa lalat buah akan segera terwujud,” ujar Abel.

Aksi gerakan perang terhadap hama lalat jeruk yang dikumandangkan Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti dengan cara melepaskan berbagai jenis burung di Tanah Karo mendapat tanggapan positif dari berbagai elemen masyarakat dan tentunya juga dari jajaran Pemerintah Kabupaten Karo itu sendiri.

Pada hari yang sama di depan Kantor Bupati Karo, Camat Payung, Camat Tigapanah dan Camat Dolat Rayat, melepas puluhan ekor burung jalak untuk memerangi hama lalat buah yang sudah menjadi momok bagi petani jeruk Tanah Karo.

Sebelumnya, sebanyak 60 ekor burung jenis jalak dilepaskan oleh rombongan yang terdiri dari Seketaris Camat Berastagi, Drs Minton Ketaren, Kades Rumah Berastagi, Drs Moro Purba,  Ketua Gapoktan Desa Rumah Berastagi, Terum Purba beserta warga masyarakat di salah satu lahan pertanian jeruk milik anggota Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), di Jalan Djamin Ginting Rumah Berastagi.(Andalas)

Categories: Pertanian

Soal Citcit, Dinas Pertanian Salahkan Petani

Hama lalat buah (dok)

Salah satu sentra jeruk di Indonesia berada di Sumatera Utara. Namun demikian, sebagian besar tanaman jeruk milik masyarakat saat ini mengalami kendala. Terutama dengan banyaknya serangan hama lalat buah.

Serangan hama itu mengakibatkan penurunan produksi dan pendapatan petani. Untuk membangkitkan kembali pertanian jeruk, pemerintah mulai pusat, propinsi dan kabupaten komit untuk memberantas serangan hama lalat buah tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara, M Roem kepada MedanBisnis, Kamis kemarin di Medan. Dikatakanya bahwa sentra-sentra produksi jeruk di Sumut yang tersebar di antaranya di Karo, Simalungun, Dairi dan beberapa kabupaten lainnya sudah sejak lama mengalami serangan hama lalat buah.

Dia menjelaskan, selama ini sebenarnya serangan lalat buah bisa dikendalikan namun secara parsial. Sejauh ini belum semua kawasan sentra bisa mengendalikan lalat buah sehingga serangan tetap saja banyak.

Hal tersebut yang kemudian menjadikan komitmen bagi pihak-pihak terkait untuk dapat melakukan upaya pemberantasan lalat buah secara massal. “Pengendalian lalat buah harus secara massal, tidak bisa lagi kalau hanya parsial,” jelasnya.

Berkembangbiaknya lalat buah juga berkaitan dengan perilaku petani yang belum benar. Semisal masih membiarkan buah yang terserang lalat buah di bawah pohon jeruknya. Sehingga buah tersebut menjadi tempat berkembangnya lalat buah. Dengan demikian, lalat buah tetap berkembangbiak dengan mudah. “Belum semua petani memahami bagaimana pengendalian lalat buah, itu yang menjadi kendala dalam memberantas lalat buah,” katanya.

Kedatangan Dirjen Hortikultura, Hasanudin Ibrahim beberapa waktu lalu ke Karo,  kata dia, untuk meninjau pertanian jeruk petani. Juga untuk menyamakan persepsi antara pusat, provinsi dan kabupaten dalam upaya pemberantasan hama lalat buah yang sudah merebak. “Itu suatu bentuk keseriusan dari pemerintah untuk pengendalian lalat buah,” ujarnya.

Kementrian pertanian kata Roem, tidak hanya memberikan dukungan sarana prasarana dan teknologi seperti light trap kepada petani, namun lebih dari itu. ementerian juga memberikan pemahaman bagaimana cara bertanam jeruk dengan benar, melakukan perawatan lahan yang baik sehingga terhindar dari serangan hama lalat buah. “Dari situ muncul kesepahaman bahwa pengendalian lalat buah itu harus secara terpadu, dukungan dari pusat, provinsi dan kabupaten sudah ada, sampai pada penganggarannya,” tambahnya.

Dikatakannya juga, saat ini harus dilakukan adalah segera melakukan pengorganisasian pengendalian lalat buah secara massal. Gerakan itu mulai dari teknis hingga kesiapan petani.

Dalam hal tersebut, menurutnya, ada pihak lain yang dilibatkan semisal dari Badan Koordinator Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan  Sumut, Balai Perlindungan Tanaman dan Pangan Hortikultura Sumut (BPTPH Sumut). “Kalau ini sudah, kita targetkan bulan ini atau November sudah bisa jalan,” tambahnya.(Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Dominasi Cabai dan Tomat Karo Belum Tergeser

Petani di Kecamatan Merdeka memanen cabai (Antara)

Tanah Karo masih merajai dua komoditas pertanian yang menjadi andalan Sumatera Utara (Sumut) yakni cabai merah dan tomat.

Kepala Dinas Pertanian Sumut HM Roem di Medan, Kamis, mengatakan, enam jenis sayuran unggulan tersebut adalah kentang, cabai merah, bawang merah, kubis, tomat, dan cabai rawit.

Berdasarkan data produksi tahun 2011 dari daerah yang menjadi sentraproduksi sayuran, Sumut mampu menghasilkan kentang sebanyak 123.079 ton, cabai merah 185.730 ton, bawang merah 12.365 ton, kubis 173.542 ton, tomat 90.462 ton, dan cabai rawit 32.618 ton.

Produksi cabai merah dari Simalungun (45.228 ton), Karo (78.758 ton), Batubara (17.320 ton), Deli Serdang (13.548 ton), Dairi (9.780 ton), Mandailing Natal (4.443 ton), Tapanuli Selatan (3,898 ton), Tapanuli Utara (1.746 ton), Humbang Hasundutan (3.442 ton), Samosir (1.720 ton), Toba Samosir (1.779 ton), Asahan *1.674 ton), Serdang Bedagai (1.186 ton), Kota Binjai (515 ton), dan Padang Sidempuan (693 ton).

Setelah itu, jenis tomat yang dihasilkan Simalungun (25.814 ton), Karo (51.544 ton), Dairi (6.347 ton), Tapanuli Selatan (2.099 ton), Tapanuli Utara (1.138 ton), Humabng Hasundutan (1.852 ton), Samosir (1.425 ton), dan Toba Samosir (216 ton).

Jumlah produksi kentang itu didapatkan dari Kabupaten Simalungun (51.351 ton), Karo (45.170 ton), Dairi (6.740 ton), Tapanuli Utara (526 ton), Humbang Hasundutan (2.959 ton), Samosir (15.925 ton), Mandailing Natal (372 ton), Toba Samosir (20 ton), dan Tapanuli Selatan (16 ton).

Bawang merah didapatkan dari Simalungun (5.071 ton), Karo (953 ton), Dairi (2.180 ton), Tapanuli Utara (61 ton), Humbang Hasundutan (1.123 ton), Samosir (1.679 ton), dan Toba Samosir (1.298 ton).

Kemudian, produksi kubis dari Simalungun (84.962 ton), Karo (69.364 ton), Dairi (11.492 ton), Tapanuli Utara (942 ton), Humbang Hasundutan (4.867 ton), Samosir (1.720 ton), Toba Samsoir (56 ton), dan Mandailing Natal (139 ton).

Sedangkan produksi cabai rawit didapatkan di Simalungun (10.580 ton), Karo (9.352 ton), Dairi (5.652 ton), Tapanuli Utara (1.289 ton), Deli Serdang (1.259 ton), Humbang Hasundutan (755 ton), Asahan (724 ton), Tapanuli Selatan (643 ton), Samosir (334 ton), Toba Samosir (1.616 ton), dan Pakpak Bharat (441 ton).

Jumlah produksi tersebut belum termasuk hasil dari daerah lain yang tidak dikategorikan sebagai sentraproduksi tetapi memiliki tanaman sayuran-sayuran. Selain pemenuhan kebutuhan masyarakat di Sumut, sebagian produksi sayur tersebut juga dikirim ke provinsi lain, termasuk diekspor ke sejumlah negara.

Meski jumlah produksi sayur tersebut cukup tinggi, pihaknya tetap melakukan upaya peningkatan produksi agar semakin memberikan manfaat bagi kalangan petani. Selain perbaikan irigasi, Dinas Pertanian Sumut juga rutin memberikan bantuan alat pertanian, termasuk kemudahan dalam penyediaan benih dan pupuk bersubsidi.(Antara)

Categories: Pertanian

Produksi Jagung Karo turun 25% Akibat Pupuk Oplosan

Petani menjemur jagung (Sumut Pos)

Produksi jagung di Tanah Karo dan sentra-sentra produksi lainnya mengalami penurunan drastis akibat penggunaan pupuk oplosan yang banyak beredar di tingkat petani.

Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia, Jemat Sebayang, Selasa (2/10) di Medan mengatakan, selama beberapa tahun belakangan produksi jagung di sentra produksi, yakni Serdang Bedagai, Deliserdang, Simalungun, Dairi dan Karo mengalami penurunan sekitar 25% setiap tahunnya.

“Setiap tahun turun, awalnya kami tidak tahu, tapi sekarang baru tahu yang ternyata disebabkan pupuk yang beredar dan sampai ke petani banyak yang oplosan,” katanya.

Dikatakannya, pupuk oplosan tersebut mudah ditemukan di daerah dengan keemasan yang meyakinkan. Banyak petani yang tidak bisa membedakan antara pupuk oplosan dengan yang bukan oplosan. Namun dengan perhitungan logis bahwa penggunaan pupuk seharusnya memompa produksi namun ternyata justru terus mengalami penurunan.

Penurunan produksi jagung tersebut bisa dilihat dari jumlah produktivitas jagung sumut dari yang seharusnya mencapai 8 – 10 ton per hektare, dalam kurun 5 tahun belakangan hanya berkisar antara 5 – 7 ton per hektare.

Dengan demikian, petani mengalami kerugian yang tidak bisa dihindarinya. “Seharusnya pemerintah mengambil langkah yang sigap dalam memberantas peredaran pupuk oplosan ini. Kalau tidak, bagaimana masa depan petani nantinya,” ungkapnya.

Jemaat mengatakan, saat ini harga jual jagung mencapai Rp2.800-Rp3.000 per kg. Harga tersebut termasuk tinggi dari biasanya khususnya pada saat panen raya yang biasanya menurunkan harga hingga separuhnya.

Menurutnya, seharusnya ada mekanisme yang dibentuk untuk mempertahankan harga jual jagung tetap dalam posisi yang tepat agar petani tidak terus menerus didera kerugian. “Petani sudah sering terjepit akibat rendahnya harga. Jadi, jangan sampai dihantam dengan pupuk oplosan yang dapat menyebabkan turunnya produksi jagung,” tandasnya.(Medan Bisnis)

Categories: Pertanian

Lepas Burung Jalak, Kecamatan Tigapanah Nyatakan Perang dengan Citcit

Ilustrasi burung jalak (jenisburung.com)

Gerakan pelestarian lingkungan hidup dikumandangkan Bupati Karo, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti, mendukung sektor pertanian lewat penerbitan Peraturan Desa (Perdes) penyelamatan keanekaragaman hayati dan hewani terus bergulir.

Dukungan terhadap langkah dan kebijakan Bupati ini diungkapkan Camat Tiga Panah, Vera Wenta Br Surbakti, S.Sos saat melepas burung jalak di halaman Kantor Camat Tigapanah, Selasa (2/10) di Tigapanah. Menurut Vera, sudah saatnya di daerah mereka tercipta suatu sistem tata kelola lingkungan hidup yang utuh dan lestari.

Rantai makanan selama ini membantu pertumbuhan hasil komoditas buah jeruk idealnya tetap berlangsung, sehingga masalah lalat buah yang kini menggejala dihadapkan pada “senjata” alamiah.

Dengan ini diharapkan, para petani jeruk mampu bertahan dan keluar dari persoalan yang membelit petani, mengingat hama lalat buah sudah menjadi momok menakutkan bagi petani jeruk.

“Kebijakan Bupati Karo di sektor lingkungan hidup yang terintegrasi dengan pertanian, tentu harus disikapi dengan aksi di lapangan. Kalau tidak sekarang dilakukan, kapan lagi. Alam yang seimbang tentu akan memicu situasi yang nyaman bagi ekosistem dan rantai makanan,” ujar Vera.

Untuk itu, kata Vera, melalui pelepasan burung jalak ini, diharapkan mampu menjadi semacam spirit baru bagi masyarakat luas membenahi tata lingkungan. Burung jalak yang diketahui menjadi penyerang ampuh lalat buah, tentu akan memberikan manfaat, hingga harus dijaga.

Dalam perkembangannya, Kecamatan Tiga Panah akan lakukan koordinasi dengan unsur Pemerintahan Desa guna menerbitkan Peraturan Desa yang isinya mengatur penyelamatan kehidupan lingkungan hidup dan ekosistem di dalamnya, termasuk kelangsungan berbagai jenis burung.

“Langkah ini demi menjaga kelanjutan rantai makanan yang selama ini terlupakan,” tuturnya.

Produk Perdes itu nantinya, akan dibuat dengan melibatkan unsur Pemerintahan Desa dan seluruh masyarakat yang ada di desa tersebut dengan materi gabungan antara produk hukum yang berisi pelestarian makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan serta kekayaan budaya lokal, hingga tujuan utama pengembangbiakan berbagai jenis burung, khususnya burung pemangsa lalat buah.

Apalagi, sesuai diamanatkan dan dikaji, burung jalak diketahui mampu menjadi alat peredam perkembangan hama lalat buah yang menyerang berbagai tanaman, terutama buah jeruk, hingga telah banyak merugikan tanaman primadona daerah Karo. Ke depan, sesuai pembicaran, secara bersama sama masyarakatnya akan mengikuti langkah memperbanyak burung jalak di desa.(Andalas)

Categories: Pertanian